Torment Marketing
Begitupun saya. Setiap kali mudik ke Bali, saya pasti menyempatkan diri mampir ke Joger, meskipun akhir-akhir ini bukan untuk membeli baju buat saya pribadi, tetapi lebih karena titipan teman atau saudara. Banyak pengalaman menggelikan yang selalu saya alami saat pergi ke Joger. Mulai dari merasa “dikibuli” karena ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi yang seharusnya toko telah dibuka, tetapi dengan semaunya sendiri pihak Joger mengatakan kepada calon pembeli yang sudah antri bahwa pada jam mereka waktu masih menunjukkan pukul 09.30, yang berarti toko akan dibuka setengah jam lagi. Kami hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum karena telah merasa ditipu oleh mereka. Belum lagi papan pengumuman yang ditempel besar-besar pada dinding toko yang bertuliskan, “DILARANG MEMBELI TERLALU BANYAK” atau tulisan “BARANG YANG KAMI JUAL ADALAH BARANG YANG JELEK-JELEK SAJA, dengan catatan jelek bagi kami, belum tentu jelek bagi Anda”. Sangat menggelitik!!!
Toko Joger yang berada di kawasan Pantai Kuta itu adalah satu-satunya toko asli milik Joger. Setelah sebelumnya Joger memiliki 2 cabang di tempat lain, tetapi dengan alasan tertentu akhirnya Joger memutuskan untuk menutup cabang tersebut dan hanya berkonsentrasi di satu toko di kawasan Kuta tersebut.
Dari cerita diatas, sepintas kita sebagai pelanggan Joger seolah-olah diperlakukan seena’e dewe’ oleh Joger. Coba bayangkan, mulai dari sering diminta menunggu toko buka, dilarang belanja terlalu banyak sampai ditutupnya cabang lain, yang tentunya makin menyulitkan kita karena hanya bisa mendapatkan Joger (yang asli) hanya di satu tempat. Tapi itulah Joger. Kalau kita perhatikan sepintas, apa yang dilakukan oleh Joger sepertinya berlawanan dengan dogma-dogma yang berlaku di dunia marketing saat ini yang sangat customer-centricity, yaitu berusaha sekuat tenaga untuk memuaskan hati sang pelanggan sehingga membuat mereka loyal pada produk kita. Namun baru-baru ini saya sempat membaca satu konsep marketing yang memang sepertinya anti dengan customer-centricity.
Torment Marketing namanya!!!
Konsep ini seolah-olah melawan arus (nyleneh). Bagaimana tidak, ketika saat ini dimana-mana orang berteriak-teriak tentang Customer Satisfaction dan Customer Loyalty, konsep ini malah mengajarkan kita untuk menyakiti atau menyengsarakan konsumen/pelanggan kita. Seperti membatasi ketersediaan (availability) produk kita, sehingga pembeli harus melakukan usaha untuk mendapatkan produk kita karena tidak tersedia dimana-mana, seperti yang dilakukan Joger dan Dagadu Djogya yang hanya membuka tokonya di dua tempat di Jogya. Atau beberapa produsen ponsel yang mengeluarkan sebuah produk dengan jumlah terbatas (limited edition). Tetapi kalau kita perhatikan, produsen tersebut sepertinya sangat mengerti arti dari value of exclusivity yang bisa dirasakan oleh konsumen yang beruntung memiliki ponsel tersebut. BCA juga melakukan konsep tormenting the customer. Merasa tak nyaman dengan plesetan Bank Capek Antri, BCA ingin merubah image negatif yang merupakan konsekuensi dari bank yang memiliki banyak nasabah. BCA kemudian ingin merasionalisasi nasabahnya, dan ingin mengubah pakem transaksi, dari transaksi tradisionil (antri di teller) ke transaksi yang lebih simpel dan modern (Klik BCA dan SMS banking). Oleh sebab itu belum lama ini BCA mulai menaikkan biaya transaksi langsung (seperti transfer atau ambil tunai), agar konsumen berganti ke transaksi modern dan mengurangi transaksi tradisionil. Pelanggan yang kira-kira tidak memiliki saldo rata-rata yang cukup tinggi mulai ”disengsarakan” karena dianggap kurang menguntungkan (profitable) BCA dalam jangka panjang. Maka untuk saldo tabungan dan setoran untuk pembukaan rekening baru pun sekarang dinaikkan dari Rp 20 ribu menjadi Rp 500 ribu. Artinya BCA hanya ingin mendapatkan konsumen yang profitable untuk jangka panjang.
Torment Marketing hanya salah satu dari sekian banyak konsep yang bisa diterapkan dalam dunia marketing saat ini. Konsep ini hanya akan efektif jika dijalankan oleh sang market leader. Terakhir, memang tak selamanya pelanggan harus dilayani seperti raja, sesekali pelanggan perlu disakiti dan disengsarakan. Seperti salah satu judul film legendaris dari negeri kita tercinta...Sengsara Membawa Nikmat!!!
* Research Executive MARS – Marketing Research Specialist