Wednesday, July 06, 2005

Brand itu bernama...Iwan Falls


Bila mentari, bersinar lagi….
Hatikupun ceria kembali….
Kumenanti seorang kekasih…
Yang tercantik yang datang dihari ini…


Sebagian besar diantara kita pasti hafal dengan bait-bait lagu diatas. Lagu diatas seperti lagu ‘wajib’ bagi para pengamen jalanan. Lagu yang sangat sederhana, bahkan ketika dimainkan hanya dengan 1 gitar kopong-pun lagu tersebut hanya membutuhkan tak lebih dari 4 kunci dasar. Sempat diaransemen ulang dengan sedikit sentuhan pop membuat lagu ini makin enak dinikmati. Tapi itu hanya sebagian kecil dari karya-karya Iwan Fals yang cukup melegenda, selain Guru Oemar Bakri, Surat Buat Wakil Rakyat, Bento, Bongkar, Sarjana Muda dan masih banyak lagi.

Terlahir dengan nama Virgiawan Listianto, pria kelahiran Jakarta 43 tahun yang lalu ini telah menghasilkan lebih dari 30 album rekaman, Fantastis!!! Iwan Fals muda menghabiskan masa sekolahnya di Bandung, belajar bermain gitar dari teman-teman nongkrongnya dan bahkan pernah menjadi pengamen jalanan.

Semua pasti sepakat kalau Iwan Fals termasuk salah satu dari sedikit legenda hidup dalam dunia entertainment khususnya musik di Indonesia. Hampir semua konser-konser Iwan Fals pasti dipenuhi oleh fans fanatiknya yang dikenal dengan nama “OI”. Entah apa sebenarnya kepanjangan dari “OI” ini, ada yang menyebutnya Orang Indonesia, Organisasi Iwan tapi itu tak terlau penting, yang penting adalah Iwan Fals telah memiliki pengikut yang amat sangat fanatik.

Saya sendiri sangat terkagum-kagum dengan Iwan Fals, sebagai sebuah brand ia telah cukup lama dikenal. Merek Iwan Fals (jika kita anggap Iwan Fals sebagai sebuah produk) telah tertanam kuat dalam benak konsumen. Iwan Fals sebagai sebuah merek telah memiliki brand equity yang kuat. Seperti kita ketahui brand equity atau ekuitas merek adalah asset intangible yang dimiliki oleh sebuah merek karena value yang diberikannya baik kepada si produsen maupun si pelanggan. Semakin tinggi brand equity maka semakin tinggi pula value yang diberikan oleh merek tersebut baik kepada si produsen maupun si pelanggan. Pakar merek abad ini David Aaker membagi ekuitas merek menjadi lima komponen, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand loyalty, dan asset merek lain seperti trademark (hak paten).

Brand Awareness (Kesadaran Merek) adalah ukuran kekuatan eksisitensi merek dalam benak konsumen/pelanggan. Brand Awareness mencakup brand recognition, brand recall dan top of mind (TOM). Dalam hal ini, brand awareness Iwan Fals sudah cukup tinggi, hal ini disebabkan karena Iwan sudah lama berkarir dalam dunia musik di Indonesia. Brand Association (Asosiasi Merek) adalah asosiasi apapun yang berkaitan dengan sebuah merek, asosiasi disini bisa berupa symbol, logo, benda, orang, tempat dan masih banyak asosiasi lainnya. Asosiasi yang menempel kuat pada merek Iwan Fals adalah seorang penyanyi dengan lagu-lagu bertema sosial, berani melawan pemerintahan yang dzalim, penyayi dengan gitar dan harmonika yang melilit dileher. Tapi yang menguntungkan merek Iwan Fals adalah hampir semua asosiasi yang menempel pada dirinya adalah asosiasi yang bersifat positif yang efeknya bisa meningkatkan ekuitas merek Iwan Fals secara keseluruhan. Dalam hal Perceived Quality (Persepsi Kualitas), yaitu persepsi pelanggan dalam hal kualitas produk kita. Apakah produk kita dipersepsikan baik, biasa saja atau bahkan cenderung buruk dibandingkan dengan produk sejenis/kompetitor. Untuk dimensi ini, saya dengan tegas berani mengatakan bahwa persepsi kualitas dari merek yang bernama Iwan Fals sangat bagus/tinggi. Ini dibuktikan dari banyaknya penghargaan yang diraih Iwan Fals yang semakin membuktikan eksistensinya di kancah permusikan di negeri ini. Artis Solo Pria Terbaik dan Legend Award di Anugrah Musik Indonesia (AMI) Award, Most Favourite Male Artist di MTV Indonesian Award, Musisi Paling Bernyali di A Mild Live Soundrenalin dan masih banyak lagi penghargaan-penghargaan bergengsi yang pernah diraih bang Iwan. Dalam aspek Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Iwan Fals juga memiliki ‘pelanggan’ yang loyalitasnya tidak perlu diragukan lagi. ‘Pelanggan’ loyal itu dikumpulkan dalam sebuah organisasi yang bernama “OI”. OI jadi semakin cepat terkenal karena banyak produsen baju yang mencetak/menyablon baju-bajunya dengan label OI dan foto-foto Iwan Fals.

Hampir semua dari aspek-aspek yang membentuk brand equity Iwan Fals terintegrasi dengan nyaris sempurna. Saya katakan nyaris sempurna karena ada satu komponen yang cukup potensial untuk merusak ekuitas merek dari seorang Iwan Fals, yaitu OI. Pada masyarakat awam masih terbentuk image bahwa para fans Iwan Fals (OI) sering melakukan kerusuhan/keonaran saat Iwan melakukan konser. Image negatif ini kalau dibiarkan terus-menerus sangat mungkin bisa merusak ekuitas merek dari Iwan secara keseluruhan. Hal ini sangat disadari oleh management Iwan Fals. Mereka berusaha sebisa mungkin membenahi aspek ini.

Pengalaman yang cukup menegangkan sempat saya alami ketika saya dan teman-teman dari advertising agency menghadiri perayaan Ulang Tahun yang ke-3 Trans TV belum lama ini di Stadion Gelora Bung Karno. Pada undangan tercantum Iwan Fals sebagai salah satu pengisi acara. Saya memang sempat cemas dengan perilaku OI yang saya bilang mirip bonek (suporter fanatik Persebaya). Kecemasan saya memang terbukti, pada saat konser mereka melakukan lempar-lemparan batu dengan polisi, alasannya hanya satu karena mereka tidak bisa masuk menonton sang Idolanya karena mereka tidak mempunyai tiket. Sebuah loyalitas yang merugikan image Iwan Fals yang nota bene cinta damai dan tanpa kekerasan.

Kekuatan ekuitas merek Iwan Fals tentunya ditunjang dengan positioning dan differentiation yang jelas. Positioning yang bisa dipahami dengan bagaimana kita bisa memposisikan produk atau merek kita dibenak konsumen. Kalau kita pahami sebenarnya perang pemasaran sesungguhnya ada di benak konsumen, perang persepsi (battle of perception). Dan Iwan Fals telah membangun positioningnya secara disengaja maupun tidak disengaja. Positioning sebagai ikon artis penyanyi legendaris Indonesia yang selalu membawakan lagu-lagu yang bertemakan kritik sosial, pembela rakyat kecil dan reformis. Positioning adalah janji kepada konsumen. Dan saya pikir Iwan Fals telah menepati janjinya, saya tidak melihatnya sebagai positioning yang over promise under deliver!!!

Positioning ini kuat karena ditopang oleh diferensiasi yang jelas. Diferensiasi Iwan dari sisi content (what to offer) adalah selalu membawakan lagu-lagu sederhana, mudah dicerna. Terkadang ia keras menyengat, terkadang lembut menyentuh tak jarang liriknya centil dan cenderung membuat kita tersenyum. Dari sisi context (how to offer), Iwan bernyanyi dengan gayanya (style) sendiri. Selalu memegang gitar dan tak canggung untuk memainkan harmonika yang melilit lehernya. Diferensiasi lainnya adalah dari sisi infrastructure, Iwan Fals memiliki penggemar yang sangat-sangat loyal, yaitu Orang Indonesia (OI), sisi ini yang tidak banyak dimiliki oleh penyanyi-penyanyi solo di Indonesia. Perlu dicatat bahwa selama ini penggemar (fans) yang terorganisir dalam suatu wadah resmi hanya dimiliki oleh grup-grup musik, seperti Baladewa (Dewa), Sobat Padi, Slanker (Slank),dll.

Brand Iwan Fals semakin kokoh setelah beberapa tahun belakangan ini ia melakukan Co-branding dengan beberapa musisi muda ternama Indonesia. Ini dibuktikan melalui peluncuran album “In Colaboration With…”. Dalam album ini Iwan Fals menyanyikan lagu-lagu ciptaan Pongky Jikustik, yang juga menjadi hits (Aku Bukan Pilihan), kemudian lagu ciptaan Eros Sheila On 7, yang menjadi second single (Senandung Lirih), ciptaan Azis Jamrud dan masih banyak lagi. Dalam dunia pemasaran, co-branding biasanya bertujuan untuk saling menguatkan antara satu merek dengan merek yang lainnya. Misalnya Aqua melakukan co-branding dengan raksasa air minum dari Prancis Danone menjadi Aqua-Danone. Iwan Fals seolah-olah tak mau kehilangan pasar generasi tahun 2000-an ini, ia seperti ingin menegaskan bahwa penyanyi “tua” seperti dia pun masih oke untuk membawakan lagu-lagu yang bertemakan anak muda dan cinta. Dan album inilah jawabannya!!!

Iwan Fals memang cukup bisa bertahan lama dalam kancah permusikan di negeri ini. Tapi dengan semakin ketatnya persaingan dalam industri ini, management Iwan Fals juga harus terus berpikir bagaimana membuat brand Iwan Fals ini tetap bisa diterima pasar musik Indonesia. Saya menyarankan agar Iwan Fals tetap mempertahankan Positioning, Differentiation dan Brand secara konsisten dan saling terintegrasi. Harus selalu ada usaha untuk meremajakan merek ini agar tidak ditinggal penggemarnya dikemudian hari.

Biar bagaimanapun, semua orang pasti sepakat kalau Iwan Fals adalah seorang marketer tulen!!!



· *Research Executive MARS-Marketing Research Specialist
· In the end of this year with much wonderful moments… Thanks Allah
· Jakarta,28 Desember 2004

3 Comments:

At 1:19 PM, Blogger SB said...

kalau mau tau lirik Iwan lainnya dan koleksi fotonya ada disini :
http://iwanfalsmania.blogspot.com/

 
At 9:07 AM, Anonymous Anonymous said...

mas,,aku suka deh baca blog nya.bagus2,,dan ngasi byk ilmu.
skarang aku lagi bikin penelitian ttg hubungan jingle iklan sama brand awareness,,bisa bantu aku ga mas? yah ngasi apa2 yg berhub sama itu. aku juga agak bingung nentuin indikator brand recall,,brand recognition sm TOM. could u help me?? aku tunggu secepatnya yah,, terimakasih..:)

 
At 9:22 AM, Anonymous Anonymous said...

oia mas,,imelku di priyayi_asli@yahoo.com
makasi sebelum dan sesudahnya,,:)

 

Post a Comment

<< Home