Tuesday, December 27, 2005

Beli khasiat atau beli merek??!!!

Akhir-akhir ini, pemerintah nampaknya sedang rajin mengkampanyekan penggunaan obat generik. Iklan layanan masyarakat obat generik yang sempat tertidur beberapa saat lalu, sekarang sedang rajin muncul di layar kaca. Berbeda dengan iklan terdahulu, iklan yang sekarang dibintangi para pemain Bajaj Bajuri, mpok Minah dan mpok Hindun. Ditengah-tengah dialog iklan tersebut, salah satu dari mereka sempat mengatakan kalimat yang kurang lebih begini: ”Mau beli merek atau beli khasiatnya?”. Sepintas bagi orang awam, kita pasti setuju dengan pernyataan tersebut. Yang kita ingin beli adalah khasiat dari obat tersebut, bukan mereknya.

Namun bagi seorang marketer, pernyataan tersebut mungkin sangat merisaukan. Mengapa? Karena seorang marketer bukan menjual produk, tapi merena menjual merek. Nah loh.. maksudnya apa???

Bagi seorang pemasar sejati, merek adalah segala-galanya. Masih teringat jelas dibenak penulis, bagaimana sebenarnya teh Fresh Tea milik The Coca Cola Company dari sisi rasa sebenarnya lebih disukai oleh masyarakat dibandingkan dengan sang market leader, teh botol Sosro. Dengan Blind Test Research, terlihat bahwa responden lebih menyukai Fresh Tea dibandingkan dengan teh botol Sosro. Bahkan konsep blind test ini juga digunakan dalam story board TV Ad mereka. Namun, apa kenyataannya? Tetap saja Fresh Tea tak mampu untuk menghadang laju teh botol Sosro untuk menjadi penguasa pasar. Dari hasil riset kami di MARS, terlihat jelas pentingnya sebuah merek. Ketika kami melakukan Acceptance Test terhadap suatu produk kopi susu, kami memberikan dua perlakuan, kelompok responden pertama kami berikan minuman namun tanpa memperlihatkan nama mereknya. Dan kelompok responden yang kedua, kami berikan minuman dengan kemasan seperti yang biasa tersedia dipasar. Dan ternyata hasilnya, kelompok responden kedua lebih memberikan hasil yang positive dibandingkan dengan kelompok responden pertama. Pertanyaannya sekarang, faktor apa yang membuat kedua kelompok responden itu memberikan respon yang berbeda????

Jawabannya adalah MEREK!!!

Merek atau brand secara teori bisa didefinisikan sebagai sebuah nama, terminologi, tanda, simbol atau desain yang dibuat untuk menandai atau mengidentifikasi produk yang kita tawarkan ke pelanggan. Merek mempunyai peranan yang penting dan merupakan aset yang prestisius bagi perusahaan. Karena mereklah yang menjadi penentu pembelian pelanggan. Maka dapat dikatakan bahwa strategi pemasaran apapun yang dilakukan oleh perusahaan (baik itu marketing mix dengan 4P – Product, Place, Promotion and Price ataupun strategi STP - Segmentasi, Targeting dan Positioning) sesungguhnya merupakan bagian dari upaya membangun merek itu sendiri.

Untuk mengukur seberapa ’hebat’ sebenarnya suatu merek, para pakar pemasaran telah membuat beberapa indikator-indikatornya, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah ekuitas merek (brand equity). Model/definisi yang paling sederhana tentang brand equity adalah model yang dikemukakan oleh David A.Aaker, seorang pengajar strategi pemasaran dari California University, dalam bukunya yang terkenal: Managing Brand Equity (1991). Aaker mengatakan bahwa ada 5 komponen yang membangun ekuitas merek, antara lain:
1. Brand Awareness atau kesadaran merek, artinya seberapa kuat suatu merek dikenal oleh konsumen. Merek yang pertama kali disebut oleh konsumen biasanya dikenal dengan istilah TOM (Top of Mind).
2. Perceived Quality atau persepsi kualitas, artinya persepsi konsumen terhadap kualitas dari produk kita.
3. Brand Association atau asosiasi merek, artinya asosiasi apapun yang terkait/menempel pada suatu merek. Asosiasi ini bisa berupa simbol, bintang iklan, tempat, atau variabel lainnya.
4. Brand Loyalty atau loyalitas merek, artinya seberapa besar tingkat kesetiaan pelanggan terhadap suatu merek.
5. Other Proprietary Assets atau aset-aset merek lainnya yang dapat menjadi sebuah keunggulan bersaing, seperti merek dagang, hak paten, dll.

Semakin tinggi nilai brand equity suatu merek, maka semakin besar pula nilai (value) yang diberikan merek kepada pelanggannya maupun kepada perusahaan itu sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha membangun merek adalah sebuah usaha untuk mengelola kelima komponen-komponen dari brand equity diatas.

Terlihat jelas bahwa pernyataan pujangga besar Inggris, Shakespeare, ”Apalah arti sebuah nama” tidak berlaku bagi seorang marketer. Karena biar bagaimanapun merek adalah nyawa sebuah produk. Termasuk kita, kita sendiri adalah sebuah merek. Sudahkah kita pernah merenungi ekuitas merek diri kita? Seberapa besarkah nilainya? Kalau belum, mari coba kita lakukan....

-Cipinang-261205-172653-

Ganti logo...so what gitu loh


Beberapa minggu lalu, beberapa majalah dan harian bisnis ibukota santer menulis berita tentang sebuah BUMN besar yang sedang mengganti logo perusahaannya. Yaaa… BUMN itu adalah Pertamina. Menurut berita itu, Pertamina sampai perlu untuk mengeluarkan 2.5 Milyar rupiah untuk semua proses penggantian logo itu. Konsultan yang digunakan juga tak tanggung-tanggung, Landor! Sebuah perusahaan multinational yang memang advance dibidang design. Karena jumlah uang yang dikeluarkan yang tidak sedikit itulah, DPR merasa perlu untuk memanggil Dirut Pertamina untuk menjelaskan esensi dari pergantian logo itu. Biar bagaimanapaun, 2.5 M adalah jumlah yang cukup signifikan bagi masyarakat kita. Bayangkan saja, uang itu bisa dibagikan kepada 25 ribu kepala keluarga untuk memperoleh bantuan subsidi tunai dari kompensasi kenaikan BBM. Tapi tenang saja, pembahasan saya kali ini adalah tentang makna dari penggantian logo suatu perusahaan, bukan untuk ngomongin bantuan langsung tunai yang selalu menjadi kontroversi itu :)

Kalau kita flash back sedikit, BNI juga sempat melakukan hal yang sama sekitar 2 tahun yang lalu. Lantas, mengapa perusahaan merasa perlu untuk mengganti logo perusahaannya? Keuntungan apa sebenarnya yang ingin dicapai? Bukankah itu hanya sebuah pemborosan saja (seperti kata salah seorang anggota DPR...)

Logo disadari atau tidak merupakan suatu bentuk komunikasi dari perusahaan kepada konsumennya. Dalam logo tercantum sebuah janji, sebuah nilai yang akan diberikan perusahaan kepada konsumennya. Saya melihat sedikitnya ada empat alasan mengapa perusahaan merasa perlu untuk mengganti logonya, antara lain:
1. Telah terjadi perubahan (biasanya perluasan) dalam bisnis utama suatu perusahaan (core business). PT.Infomedia Nusantara atau yang lebih dikenal dengan Yellow Pages pernah melakukannya.
2. Ingin melupakan ’noda hitam’ dalam perjalanan bisnisnya. Contoh yang paling nyata adalah yang dilakukan oleh BNI ’46. Kita semua tahu skandal yang telah terjadi pada salah satu bank pemerintah itu. Pembobolan dana triliunan rupiah yang melibatkan orang dalam ini telah mencoreng muka BNI 46 dalam dunia perbankan kita. Maka, tak lama setelah kasus ini mencuat ke permukaan, manajemen baru merasa perlu untuk mengganti logo yang merupakan simbol dari perusahaan dengan tujuan seluruh pihak, baik internal maupun eksternal bersama-sama melupakan kejadian itu dan bangkit kembali.
3. Terjadi merger antar perusahaan, dan untuk mengakomodir jiwa masing-masing perusahaan, maka perlu dibuat sebuah logo yang mampu mewakili semua perusahaan yang melakukan merger. Sekitar tahun 1998-an, Citybank melakukan merger dengan kelompok asuransi Traveller. Maka logo Citybank yang telah bertahan sekitar 30 tahun mau nggak mau juga harus mengalami pergantian.
4. Pergantian logo juga diharapkan mampu menjadi sebuah deklarasi dari semangat baru suatu perusahaan, agar nampak lebih muda (rejuvenation), lebih fresh dan lebih sesuai dengan perkembangan jaman. Mungkin alasan ini yang mendasari pergantian logo dari Pertamina.

Orang kadang bertanya keefektifan dari suatu pergantian logo. Pertanyaan itu memang wajar, karena setiap pergantian logo dilakukan, maka akan selalu memerlukan biaya yang tidak sedikit nilainya. Mulai dari biaya menyewa konsultan, publikasi ke publik sampai biaya untuk mengganti seluruh logo yang ada di semua cabang-cabang.

Yang terpenting dari pergantian logo bukanlah sebuah pergantian gambar, warna atau simbol saja, namun perlu dilakukan perubahan semangat oleh internal perusahaan. Harus dilakukan perubahan-peruabahan yang cukup significant, sehingga publik percaya bahwa perusahaan itu memang telah berubah kearah yang lebih baik.

Sekali lagi, ganti logo jangan hanya dimaknai secara sempit seperti layaknya ’ganti baju’ biasa, tapi perlu diiringi niat serius manajemen untuk memberikan suatu nilai perubahan yang lebih bernilai, baik kepada internal perusahaan maupun eksternal perusahaan, yaitu pelanggannya.

Menarik kita tunggu imbas dari pergantian logo di tubuh Pertamina!!!

-Cipinang-261205-182037-

Balita jaman sekarang...plz deh :)


Sabtu sore kemarin, saya dan istri pergi ke Arion Mall Rawamangun untuk mencari contact lense di optik Melawai. Seperti hari-hari sebelumnya, Jakarta sore hari adalah Jakarta yang selalu penuh dengan hujan.

Setelah selesai membeli contact lense dan peralatan lainnya, kita sempet bigung, “mau kemana lagi nih?” tanya saya, soalnya hujan sedang deres-derasnya. Akhirnya saya menawarkan untuk makan di salah satu fastfood. Maklum, hujan-hujan, bawaannya pingin makan. Kebetulan kita dah lama nggak makan burger. Akhirnya pilihan jatuh ke Mc Donald. Duh, ternyata penuh banget, kayaknya orang lain juga sama deh kayak kita.. sambil nunggu hujan reda, mendingan makan sambil ngobrol ngalor ngidul :)

Ternyata disana juga lagi diadain pesta ulang tahun anak-anak balita. Awalnya kita cuek ajah, lebih milih konsen di makanan masing-masing. Tapi lama-kelamaan, konsentrasi kita terusik juga. Layaknya sebuah pesta anak-anak, disana juga diadakan games tebak lagu. Bukan games-nya yang membuat saya kaget so surprise, tapi karena lagu yang dijadikan bahan tebakan. Mau tahu????

Ternyata lagu-lagu yang dijadikan bahan tebakan adalah lagu-lagu ABG yang lagi nge-trend, seperti Rossa, Radja, Ratu dan yang terakhir pastinya..... Peterpan (Kalau kata keponakan saya: Piltelpan) Hhmmm..... plz deh! Ternyata pengunjung lain juga ’ngeh’. Pas ada anak kecil dengan suara yang belum jelas untuk ngomong huruf R, dengan hafal menyanyikan lagunya Losa (Rossa.red) yang Pudar... Wow.. mantap!!! Apalagi pas dia nyanyiin lirik: ”...Setan dalam hatikupun bicala, bagaimana kalau kuselingkuh saja...” Anak kecil udah ngomong selingkuh.. astagfirullah... saya dan istri hanya terbengong-bengong saja. Dan ternyata orang-orang lain juga pada ngasih komentar yang sama, miris deh ngelihat balita jaman sekarang.

Apalagi pas nebak lagunya Radja yang judulnya Cinderela, wuih. Mereka pada jingkrak-jingkrak nyanyi kayak paduan suara, kita serasa nonton live concert-nya Radja di TV nih:) Belum lagi pas mereka dengan jagonya nebak lagu terbarunya Ratu, Teman Tapi Mesra. Baru intro ajah dah ketebak!!! Dan dengan lancaranya satu persatu syair lagu yang seharusnya untuk orang dewasa (17++) itu keluar dari mulut lugu seorang balita. Satu lagi yang membuat saya sedih adalah, saya melihat dengan jelas, bagaimana orang tua mereka dengan bangga bertepuk tangan pada saat anaknya nyanyi. Kayaknya mereka pada bangga kali yee punya anak yang jago nyanyi :(

Duh... salah siapa nih!!!
Any comments...plz.

-Cipinang-261205-101549-

Monday, December 19, 2005

BOGOR ---- Sat, 17 Desember 2005

Dear all...
Weekend kemaren kita lumayan capek... karena kita maen ke Bogor seharian...
ada acara seminar statistika gitu deh..di auditarium rektorat IPB, Dramaga lagi :((
Kebetulan yg jadi pembicaranya Pak Asto (Presdir MARS).. dan aku jadi moderatornya... wah... MARS banget sih... :p

Dibawah ini adalah foto-foto-nya, tapi sayangnya, nggak ada foto pas seminarnya.
You know lah.. kalo seminar pake presentasi gitu, mau nggak mau ruangan harus remang-remang..dan camera gw nggak bisa nangkep tuh gambar.. yang ada juga hasilnya pada gelap semua.. (or emang gw-nya sih yg gelap :p

Ini adalah foto kita dengan pak ketua beserta para menteri-nya....


beberpa alumni juga pada dateng. Edo dan Puguh (stat'37).




Kalau mau lihat foto yg lainnya.. silakan tengok (malaysia banget nggak tuh...) link berikut:
http://www.flickr.com/photos/75765188@N00/

oke... see U....

-nugros-

POS Indonesia...Riwayatmu Kini.....:)

Tadi pagi ketika menonton berita disalah satu stasiun TV swasta, ada liputan tentang PT.POS Indonesia. Ceritanya tentang demo dari serikat pekerja POS Indonesia. Isyu yang diangkat... biasalah, apalagi kalau bukan tentang praktek-praktek KKN didalam tubuh POS Indonesia. Tapi saat ini saya tidak berkeinginan untuk membahas tentang masalah hukum itu, saya hanya ingin mengajak Anda bernostalgia dengan PT.POS Indonesia. Saya yakin setiap Anda memiliki kenangan masing-masing dengan PT.POS Indonesia.

Masih segar dalam ingatan saya ketika saya masih SD sekitar tahun 90-an. Kebetulan sekolah saya lumayan dekat dengan kantor Pos, hanya berselisih beberapa gedung. Saya sangat ingat, hampir tiap minggu saya dan teman-teman datang ke kantor Pos untuk menabung. Nama tabungannya, Tabanas, kalau nggak salah kepanjangan dari Tabungan Pembangunan Nasional. Atau sekedar mengantar teman untuk mengirim surat ke salah seorang sahabat penanya di luar kota (jaman dulu istilah sahabat pena ngetrend banget booo..). Atau ketika kita memenangkan suatu undian/kuis di salah satu koran daerah dengan hadiah berupa uang, namun diberikan dalam bentuk wesel pos. Mau nggak mau kita harus mencairkannya ke kantor Pos terdekat. Saya juga sangat ingat ketika musim lebaran tiba, yang namanya ucapan lebaran lewat kartu lebaran itu jumlahnya seabrek-abrek, sampai-sampai kami pajang dan disusun rapi di lemari tamu.

Tapi sekarang, seberapa sering Anda ke kantor Pos? Sekali sebulan? Sekali dalam 3 bulan? Atau bahkan sekali dalam setahun? Apapun jawabannya, yang jelas frekuensi kita ke kantor Pos saya yakin menurun dibandingkan 10 tahun yang lalu. Hampir semua fasilitas andalan dari kantor Pos sudah digantikan dengan suatu layanan yang super canggih, yang lebih cepat dan lebih murah.

Dahulu orang mengirim berita lewat surat, butuh waktu beberapa hari, kalaupun ada yang bisa sehari (telegram), belum tentu bisa menjangkau ke seluruh daerah dalam waktu sehari. Namun sekarang, surat konvensional seperti itu perlahan-lahan sudah digantikan dengan email (surat elektronik) atau SMS, keunggulannya jelas, lebih murah dan yang pasti sangat hemat waktu. Dahulu orang kalau mau mengirim paket barang, pasti lewat jasa paket dari Pos Indonesia, tapi sekarang...belum tentu. Sudah banyak perusahaan swasta yang mampu memberikan pelayanan yang lebih oke dari kantor Pos, baik dari sisi harga maupun jaminan barang tidak cacat sampai tujuan. Sebutlah misalnya Tiki (Titipan Kilat), Pandu Logistik, dll.

Atau kalau dahulu para orang tua yang ingin mengirimkan uang bulanan buat anaknya yang sedang kuliah di luar kota menggunakan jasa wesel pos, tapi sekarang, saya yakin hanya sebagian kecil yang masih menggunakan wesel pos. Sudah jelas, wesel pos kalah ngetrend dengan yang namanya fasilitas transfer bank. Orang tua tinggal transfer dan SMS anaknya, nggak lama kemudian anaknya yang berada jauh diluar kota tingal ke ATM untuk mengambil uangnya. Ah... so simple.

Sangat jelas bahwa kemajuan teknolgi telah membuat semua layanan unggulan dari POS Indonesia seakan-akan mati kutu. Tapi saya melihat masih ada celah untuk PT.POS agar tetap bisa exist. Sebagai salah satu perusahaan ’plat merah’ di Indonesia, satu hal yang seharusnya bisa menjadi keunggulan PT.Pos Indonesia sebagai salah satu perusahaan plat merah adalah jaringan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke kalau kata sebuah lagu. Kalau diibaratkan suatu produk, Pos Indonesia telah memiliki jaringan distribusi yang sangat besar dan stabil. Pos Indonesia juga mampu merambah daerah pelosok di Indonesia. Coba kita bandingkan dengan kantor Bank ataupun ATM. Saya yakin mayoritas ATM hanya ada di daerah perkotaan. Atau perusahaan logistik macam Tiki dan sejenisinya, paling banter hanya ada di ibu kota propinsi, ataupun beberapa kota besarnya saja.

Sangat disayangkan memang, kalau keunggulan dari jalur distribusi ini tidak dimaksimalkan oleh Pos Indonesia. Pos Indonesia seharusnya berani untuk mentransformasi bisnisnya, mulai membuka mata bahwa kemajuan teknologi bisa membuat bisnisnya mati pelan-pelan, itu kalau tidak ada usaha untuk mengikuti kemajuan itu sendiri. Harus ada usaha untuk memperlebar lingkup bisnisnya, dari yang hanya spesialis pengiriman: surat, uang dan barang menjadi sebuah perusahaan pengiriman yang mengikuti perkembangan jaman/teknologi.

Jika itu tidak dilakukan, saya khawatir suatu hari nanti anak cucu kita tidak akan pernah mengenal kantor Pos. Sangat disayangkan...Pos Indonesia, riwayatmu kini.....:-)

@Cipinang, 171205 – 234816

Monday, December 12, 2005

Monas...Sun, Dec 11, 2005

Minggu pagi.. ke MONAS lagi...
Asyik juga kalo bisa olahraga rutin...
nggak hanya olahraga, tapi bisa refreshing ngobrol-ngobrol ama temen-temen...
trus pulangnya bisa nyoba Kambing-Kambing lagi..... (setelah lama puasa gitu loh....:-)





Kalau mau lihat gambar-gambar lainnya... Feel free to klik link berikut ini yah....

http://www.flickr.com/photos/75765188@N00/

Buat yg mau ikutan. Minggu depan... ditunggu di Monas yah....

Salam,

-@Nugros@-

Monday, December 05, 2005

Monas...Sun, Dec 4, 2005

Monas....Sun, DEc 4, 2005.
Dah lama nggak olahraga, akhirnya badan 'berkeringat' juga nih...
Seru banget... meskipun cuma bertiga... namanya juga dadakan....


kalau mau lihat gambar lainnya, silakan klik link berikut ini:

http://www.flickr.com/photos/75765188@N00/page1/







Kayaknya gambar dibawah ini perlu diperhatikan dengan cermat deh...
Aku nggak habis pikir.. sebenernya, apa sih yang mau dipukul mas Irfan???



TPI: Sebuah hasil inovasi yang konsisten

Semalam nggak sengaja pas ganti chanel TV ke TPI, ternyata lagi ada acara ’Ajang Boy Band TPI’. Sebelumnya sih emang udah pernah lihat iklan acara ini di TPI. Geli juga sih pas lihat acaranya, kalau boleh meminjam istilah istri saya, geleuh katanya J Tapi saya justru melihat TPI akhir-akhir ini sangat inovatif dalam menelorkan acara-acaranya. Memang terkesan norak, kampungan, murahan, atau apa lagi lah, tapi (seperti tulisan saya terdahulu) kita mungkin memang bukan terget audiens dari TPI itu sendiri, sehingga kita bisa mengatakan TPI kampungan dan lain sebagainya. Tapi bagi target audiensnya TPI, lain cerita!!!

Disamping TRANS TV, mungkin hanya TPI yang saya pikir sangat inovatif dalam acara-acaranya. TPI sepertinya nggak mau ikut-ikutan untuk memutar sinetron-sinetron dengan deretan artis-artis top ibu kota, yang tentunya berimplikasi pada tingginya harga sebuah sinetron per episodeya. Sesuai dengan target audiensnya yang cenderung ke segmen midlle low (SES C,D,E), TPI sepertinya sangat paham dengan karakter pemirsa setianya (saya sangat yakin ini merupakan hasil studi yang sangat mendalam terhadap apa sebenarnya needs and wants dari pemirsa setianya). Coba kita ingat-ingat kembali program-program unggulan TPI dalam 2 tahun terakhir, mulai dari Kontes Dangdut TPI (KDI), Rahasia Ilahi, Takdir Ilahi, Audisi Pelawak TPI (API), Dakwah TPI (DAI), sampai program unggulan yang terbaru, yaitu Ajang Boy Band TPI. Semuanya sukses!!! Sehingga gara-gara program unggulan tersebut, TPI sempat ’dipaksa’ untuk mencicipi nikmatnya menjadi TV nomor satu di Indonesia baik dari sisi rating maupun share, mengalahkan RCTI, SCTV, Indosiar (Sumber: Nielsen Media Research).

TPI sangat cerdik, disaat TV lain ramai-ramai mengadakan kontes-kontes idola dengan berlomba-lomba membeli lisensi yang mahal dari luar negeri (seperti AFI, Indonesia Idol), TPI membuat acara KDI, (yang sepintas mirip dengan AFI or Indonesia Idol) dengan tanpa harus membeli lisensi program dari luar, namun terbukti sukses di pasar. Hal ini dibuktikan dengan dibuatnya program sejenis oleh Indosiar, Kondang In (tapi kayaknya nggak sesukses KDI deh). Atau coba kita lihat bagaimana kesuksesan dari Rahasia Ilahi sehingga TV-TV lain pun merasa perlu untuk berbondong-bondong membuat program-program acara bernuansa agama mirip dengan Rahasia/Takdir Ilahi.

Audisi Pelawak TPI (API) juga tak kalah sukses. TPI yang selama ini telah berhasil membesarkan beberapa group lawak ternama seperti Patrio ataupun Chating, nampaknya ingin memberikan sebuah sumbangsing kepada dunia lawak Indonesia dengan menghadirkan sebuah lomba lawak yang diharapkan mampu menghadirkan pelawak-pelawak muda yang memang sangat langka di Indonesia ini. Dan terbukti, API edisi perdana mampu menghasilkan 3 grup lawak berkualitas seperti SOS, Bajaj dan Limau. Dan karena kesuksesannya, ANTV juga membuat acara sejenis (Meteor Kampus) tapi sayangnya nggak heboh tuh... (IMHO).

Tak cuma dalam dunia hiburan, dalam dunia dakwah pun TPI turut memberikan andil yang cukup signifikan dengan menghadirkan acara DAI (Dakwah TPI). Sebuah acara yang diharapkan mampu menghadirkan sosok-sosok dai muda, sebagai penerus sosok Aa’ Gym, Arifin Ilham ataupun Ust.Jefri. Sekali lagi acara sejenis pun meuncul, meskipun dengan sedikit modifikasi. Pildacil namanya. Pemilihan Dai Cilik, sebuah acara yang disiarkan di Lativi. Sekarang TPI sekali lagi membuat suatu gebrakan acara. Ajang Boy Band TPI. Terkesan norak memang. Tapi coba kita lihat saja bagaimana respon pasar terhadap acara baru ini. Atau menarik kita tunggu, apakah TV lain juga akan membuat acara sejenis???

Dari cerita diatas, terlihat bahwa acara-acara yang terkesan ”kampungan/norak” bagi sebagian orang, tapi jika dikemas dengan apik justru mampu menjadi sebuah acara yang sukses dan acara-acara TPI bisa menjadi sebuah trend acara TV yang selalu diikuti oleh stasiun-stasiun TV lainnya. TPI mampu keluar dari pakem yang terjadi, yaitu saat TV-TV lain berlomba-lomba untuk membuat acara berlisensi luar negeri dengan biaya yang sangat mahal, TPI justru mampu membuat program ’imitasi’, dengan memberikan sedikit sentuhan khas TPI. Atau kalau boleh meminjam istilah para pakar manajemen strategi, TPI telah melakukan sebuah strategi disruptive innovation. Melakukan strategi lompatan katak alias Leapfrog Strategy yang sejatinya merupakan praktik nyata dari kemampuan untuk berpikir diluar kotak (thinking out of the box). Alhasil, para pesaingnya benar-benar tidak pernah bisa menduga langkah bisnis TPI kedepannya. Sekali lagi, inovasi yang berkesinambungan memberikan andil yang cukup signifikan untuk memenangkan persaingan bisnis dikemudian hari. Dengan jiwa inovasi yang selalu ditumbuhkannya, saya yakin TPI akan terus mampu untuk bersaing dikancah pertelevisian Indonesia.

Selamat berinovasi untuk TPI....!!!

*Cipinang/041205/204933*

Gathering Bali Post - JHCC- Dec 2, 05

Dear All....
Jumat malam kemaren, tepatnya di JHCC Senayan, ada gathering Bali TV Grup (Bali Post, Jogya TV, Bandung TV and others). Lumayan lah buat reunian dengan temen2 adv agency....
Tapi belum rejeki juga.... nggak dapat doorprize lagi nih..... :(( Next time kali.... Amien!!!
Ini sebagian dokumentasi acara yang lumayan rame lah.. (dibanding tahun lalu). Kalo mau lihat gambar2 lainnya.. silakan klik link berikut ini:

http://www.flickr.com/photos/75765188@N00/page3/




Thursday, December 01, 2005

Inovasi..lnovasi...dan Inovasi......

Beberapa waktu saya sempat mengikuti seminar sehari tentang inovasi di JW Mariot Hotel. Saya mengikuti seminar ini bukan hanya karena topik yang diangkat (Inovasi), tapi lebih karena keynote speakernya adalah Hermawan Kartajaya (HK). Siapa yang ndak kenal beliau, ikon dunia marketing di Indonesia, menjabat sebagai President Word Marketing Association, dan masih banyak lagi. Tapi terus terang selama ini saya belum pernah mendengar langsung ceramahnya, saya hanya selalu membaca pemikirannya lewat buku-bukunya. Hampir semua buku-buku beliau mulai dari yang terbitan awal sampai yang terbaru sudah pernah saya baca, semua tulisan-tulisannya baik yang ada di beberapa majalah bisnis, maupun beberapa tulisan yang ada di internet sudah saya kumpulkan, saya pun rutin membaca ‘diary’ beliau melalui blog pribadinya (http://www.hermawan.typepad.com/), tapi kok kayaknya belum sreg/pas kalao belum pernah lihat orangnya langsung ‘ngomong’ didepan kita. Iya nggak?

Benar saja, hanya mengisi satu sesi setelah break lunch sekitar 1 jam-an, tapi beliau bisa menyihir peserta, yang nota bene jam-jam segitu adalah masa-masa rawan ngantuk, apalagi setelah makan siang J Kata-kata pertama yang cukup membuat saya terkaget-kaget adalah, bahwa untuk menghadirkan sebuah inovasi nggak perlu pake riset, baik riset quantitative or qualitative. Nah loh??? Memang di beberapa kalangan, kevalidan/keabsahan dari marketing riset sudah mulai dipertanyakan. Contohnya adalah ketika ada suatu orang ditanyakan tentang keinginan membeli dari suatu produk, responden pasti dengan gampangnya menjawab ‘Iya/Mau’. Tapi kenyataannya setelah produk tersebut di launch, yang selama ini terjadi, banyak konsumen yang tidak jadi membeli (tentunya dengan berbagai macam alasan). Dasar inilah mengapa HK kurang setuju kalau marketing riset diterapkan untuk menghadirkan sebuah inovasi.

Inovasi kalau saya definisikan secara bebas adalah sebuah usaha untuk selalu berubah atau selalu membuat perbedaan-perbedaan (diffentiation). Inovasi disini tidak hanya tertutup pada produk, tapi bisa dilakukan pada service, konsep, strategi ataupun bidang lainnya. Jadi bisa saya simpulkan bahwa inti dari inovasi adalah diffentiation.
Yang perlu dicatat adalah inovasi merupakan sebuah proses, sebagai contoh adalah ketika sebuah perusahaan telah menjadi pioner dalam satu kategori belum tentu menjamin akan tetap menjadi keunggulan bersaing dalam jangka panjang bila si perusahaan tersebut tidak terus menerus melakukan inovasi. Ini dikarenakan dia akan segera disusul oleh follower brand (me too) yang biasanya lebih inovatif karena mereka telah belajar banyak dari sang pendahulunya. Differensiasi yang berhasil dibangun biasanya tidak akan bertahan lama/berumur panjang karena hanya dalam hitungan bulan/hari perusahaan kompetitor akan segera melaunching produk yang mirip atau tak jarang lebih bagus dari pendahulunya.
Hermawan juga memberikan sebuah contoh tentang inovasi yang akan memberikan keuntungan yang lebih besar. Seperti kita ketahui bahwa negeri kita sangat kaya akan sumber daya alam, sampai-sampai, saking banyaknya, SDA itu sampai kita ekspor. Ambil contoh kopi. Selama ini kita lumayan banyak mengekspor kopi. Tapi sayangnya masih dalam bentuk biji kopinya. Anggaplah per unitnya biji kopi dihargai $1. Coba kita bayangkan kalau yang kita beri sentuhan sedikit, dengan memberikan sebuah nama merek, misal kapal Api. Itu mungkin bisa dihargai menjadi $5. Dan bila kopi itu disajikan di Dunkin Donuts, mungkin harganya menjadi $10. Or lebih hebat lagi kalau disajikan di Starbucks Coffee, bisa-bisa harganya menjadi $20. Nah, jelaskan khan kalo inovasi bisa memberikan keuntungan lebih?
Any comments plz....

-@Nugros@-